Takbiran Keliling dengan menggunakan sepeda motor dan mobil bukanlah tradisi Aceh Singkil. Kegiatan yang dilaksanakan pada malam idul fitri ini (malam 1 syawal) dilakukan secara berkelompok dari satu atau beberapa desa dengan rute kecamatan masing-masing. Untuk Simpang Kanan misalnya, rute yang adalah Lipat Kajang Atas-Kuta Tinggi dan kembali lagi ke Lipat Kajang Atas. Untuk Gunung Meriah jalur yang ditempuh adalah Rimo-Gunung Lagan. Sementara Singkil keliling kota Singkil.
Kegiatan yang dipercaya dapat memperoleh pahala ini cenderung kepada acara pawai yang diikuti ratusan kendaraan bermotor. Peserta yang mengikuti kegiatan takbiran ini malah tidak mencerminkan nilai-nilai keislaman. Banyak diantara peserta yang tidak bertakbir alias mengumandangkan takbir pada saat berkendara. Yang terlihat malah aksi ugal-ugalan peserta takbiran mengedarai sepeda motor mereka seperti kesurupan tidak menentu. Para pengendara sepeda motor juga menyalakan petasan-petasan, kembang api dan suara klakson bersahu-sahuntan.
Bila anda mengikuti takbiran ini, mata anda akan disuguhkan pemandangan yang sangat berseberangan dengan nilai-nilai keislaman maupun nilai-nilai budaya. Hal ini sangat disayangkan, karena dapat memberikan gambaran negatif tentang kebiasaan orang Islam dalam memperingat hari besarnya ternyata tidak berbeda dengan umat kristiani memperingati hari natal dan tahun baru.
Dalam rombongan takbiran yang digelar tiap tahun itu, para peserta lai-laki tidak segan-segan menggunakan celana pendek yang sering menampakkan aurat. Dan yang lebih mengherankan lagi adalah, ada dalam rombongan peserta perempuan yang tidak mengenakan jilbab (perlu diingat bahwa, acara ini hanya diperuntukkan bagi kam laki-laki), malah menggunakan celana ketat dengan rambut terurai seperti hendak menonton dangdut. Mereka malah dengan tanpa malu tertawa-tawa dan berteriak, bersorak, tidak jelas entah apa yang diucapkannya. Saya terkejut, saya terkejut dan bertanya dalam hati “apakah ada dalam rombongan ini non muslim? Bukankah Aceh Singkil juga bagian dari Aceh yang notabene Serambi Mekkah?”, ya allah, beri keberanian pada asatidz kami untuk meluruskan hal ini.



